Contoh Laporan Kegiatan Rukyatulhilal

LAPORAN PRAKTEK RUKYATULHILAL DI CONDRODIPO GRESIK

Oleh: M. Rusydan Alfin Yusron B.




Rukyatulhilal








KATA PENGANTAR

 

Puji syukur ke hadirat Allahsubhanahu wa ta’alayang menciptakan alam semesta beserta komponen dan isinya, tak ada satu pun makhluk yang mampu menandingi kekuasaan-Nya. Zat yang menjadikan langit dan bumi; malam dan siang sebagai tanda akan kebesaran-Nya. Selawat bertangkaikan salam tak lupa kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi akhîruzzaman, sang pembawa rahmat dan kedamaian di muka bumi.

Tujuan disusunnya laporan ini ialah guna memberikan tambahan nilai untuk Penilaian Akhir Tahun (PAT) dalam pelajaran Ilmu Falak. Oleh karena itu, diwajibkan bagi seluruh siswa kelas lima MMA Bahrul Ulum untuk membuat makalah laporan kegiatan praktek rukyatulhilal yang dilaksanakan setahun sekali. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman sekelas dan seperjuangan yang telah membantu menyempurnakan laporan ini. Tak lupa kepada bapak-bapak guru khususnya guru pelajaran Ilmu Falak, bapak K.H. Mujib Adnan dan bapak Lutfi Fuadi, yang telah mendampingi serta membimbing kami dalam pelaksanaan praktek rukyatulhilal.

Terakhir, tak ada gading yang tak retak. Tak ada jalan yang tak berlubang. Penulis meminta maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekeliruan atau kesalahan. Kritik dan saran yang membangun akan membantu menyempurnakan makalah ini kemudian hari. Semoga bermanfaat untuk kita semua, khusunya bagi siswa-siswa MMA Bahrul Ulum.

Jombang, 6 April 2019





BAB I
PENDAHULUAN

 

A. LATAR BELAKANG

Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun Bahrul Ulum merupakan salah satu madrasah yang masih mempertahankan akidah ahlusunah waljamaah di tengah-tengah perkembangan pemahaman selain itu. Kurikulum yang digunakan di madrasah ini adalah kurikulum yang disusun oleh pendirinya, K.H. Abdul Fattah Hasyim, yakni 80% mata pelajaran agama dan 20% mata pelajaran umum. Dan salah satu mata pelajaran agama yang diajarkan di madrasah ini ialah Ilmu Falak.

Dalam prosesnya, di kelas hanya diajarkan teori saja. Dengan kata lain, proses pembelajarannya hanya menggunakan teori hitung-hitungan atau disebut dengan hisab. Tentu tidak mengesampingkan tradisi pesantren, yakni memaknai kitab klasik dengan makna ala pesantren. Salah satu kitab falak yang digunakan di madrasah ini ialah kitab Sullam an-Nayyirain karangan Syekh Mansur al-Batawi, yang ditulis ulang serta diringkas oleh K.H. Abdul Jalil, salah satu pengajar di madrasah ini.

Sebagai upaya peningkatan kemampuan bagi siswa Madrasah Mu’alimin Mu’allimat 6 Tahun dalam mata pelajaran Ilmu Falak ini, maka Madrasah memfasilitasi kegiatan yang rutin dilakukan tiap tahunnya, yaitu praktek rukyatulhilal. Kegiatan yang masuk dalam agenda akhir tahun ini hanya dikhusukan untuk siswa-siswa kelas lima karena sudah hampir selesai dalam mata pelajaran Ilmu Falak.

Dan supaya pelaksanaan kegiatan ini berjalan dengan baik serta tidak sia-sia, maka para siswa ditugaskan untuk membuat laporan tentang praktek rukyatulhilal yang telah dilaksanakan. Penulis–yang juga termasuk siswa kelas lima–akan membuat laporan tentang hal tersebut dan memberi judul laporan ini sebagai Laporan Praktek Rukyatul Hilal di Condrodipo Gresik.


B. RUMUSAN MASALAH

Supaya laporan ini tidak keluar dari tujuan serta lebih terarah pembahasannya, maka rumusan masalah yang dapat dipaparkan dalam laporan ini adalah:

1. Mengapa perlu dilakukan rukyatulhilal?

2. Bagaimana proses rukyatul hilal?

3. Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses rukyatulhilal?


C. TUJUAN KEGIATAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan laporan yang dimaksud adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi rukyatulhilal.

2. Untuk mengetahui proses rukyatulhilal.

3. Untuk mengetahui peralatan yang digunakan dalam proses rukyatulhilal.


D. KEGUNAAN KEGIATAN

Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan khazahah keilmuan para siswa serta sebagai bahan referensi atau rujukan dan tambahan pustaka di Madrasah Mu’alimin Mu’allimat 6 Tahun, Tambakberas, Jombang secara khusus.


E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan laporan ini, penulis menyusun laporan kegiatan ini menjadi empat bab dan ditambah dengan bagian lampiran, yang antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan sehingga penulisan laporan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di bawah ini, diuraikan tentang sistematika pembahasan dalam laporan ini.

Bab I: Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini, dipaparkan mengenai latar belakang yang kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan kegiatan, kegunaan kegiatan, dan sistematika penulisan.

Bab II: Kajian Teori. Pada bab ini, diuraikan mengenai definisi variabel, deskripsi rumusan masalah, serta pemaparan hasil hisab yang datanya diambil dari hitungan hisab yang telah ada.

Bab III: Kerangka Laporan. Pada bab ini, diterangkan lebih lanjut mengenai nama tempat, lokasi, sejarah singkat, dan proses kegiatan secara runtut.

Bab IV: Kesimpulan. Pada bab ini, dijelaskan hasil kegiatan yang telah dipaparkan sebelumnya, jawaban rumusan masalah, dan penutup.

Lampiran. Berisi hasil hisab dan dokumentasi lainnya.

Baca juga:
Contoh Penelitian Etnografi




BAB II
KAJIAN TEORI

 

A. HISAB

Kata hisab berasal dari bahasa Arab حَسَبَ يَحْسِبُ حِسَابًا yang berarti “hitungan”[1]. Ilmu hisab adalah ilmu yang membahas tentang seluk beluk perhitungan. Dalam bidang ilmu fikih, hisab menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah yang digunakan untuk perhitungan waktu dan arah tempat demi kepentingan keabsahan pelaksanaan ibadah. Misalnya, dalam penentuan auqât as-shalât, puasa, hari raya, haji, dan waktu gerhana untuk melaksanakan salat gerhana. Ilmu ini juga dimanfaatkan untuk penetapan arah kiblat agar umat Islam dapat mengerjakan salat dengan arah yang tepat menuju Kabah yang berada di Masjidilharam[2].

Di kalangan umat Islam, ilmu falak dan ilmu faraid sangat dikenal dengan ilmu hisab, sebab kegiatan yang mendasar pada keduanya ialah menghitung. Namun, di Indonesia, apabila disebutkan ilmu hisab, maka yang dimaksud adalah ilmu falak[3].

Secara bahasa (etimologi), falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit. Dalam Al-Qur‘an, kata falak disebutkan sebanyak dua kali. Masing-masing ayat diartikan sebagai “garis edar” atau “orbit”.

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِيْ لَهَا اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرُ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ

Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Yasin 36:40).

وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ اللَّيلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ

Artinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing keduanya itu beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Al-Anbiya 21:33).

Ilmu falak atau ilmu hisab adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit. Terkhusus pada bumi, bulan, dan matahari; orbitnya masing-masing. Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi benda-benda langit antara satu dengan yang lain agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi ini[4]. Itu pun terbatas hanya pada posisinya saja sebagai akibat dari gerakan. Hal ini disebabkan perintah-perintah ibadah waktu dan cara pelaksanaannya melibatkan benda langit; semuanya berhubungan dengan posisi benda-benda tersebut. Begitu pula dengan penentuan awal bulan dalam kalender hijriah. Dalam hal ini, hanya melibatkan posisi bulan saja.

Pada prakteknya, hisab–yang dalam hal ini dikhususkan pada hisab awal bulan–menyajikan data hilal secara matematis dan astronomis serta sudah dapat dibuat pegangan (untuk hisab yang jenisnya haqiqi bittahqiq). Namun, meski begitu, hasil hisab dari berbagai kitab ternyata beragam. Oleh karena itu, walaupun hisab merupakan ilmu pasti–karena ia termasuk ilmu hitung seperti matematika, tetapi hakikatnya berbeda. Maka, perlu dipastikan dengan cara rukyah.

Penerapan metode hisab dan rukyah diibaratkan seperti melihat seorang perempuan. Jika kita hanya menggunakan metode hisab saja, sama halnya seperti membayangkan seorang perempuan. Akan tetapi, jika kita menggunakan metode rukyah juga, kita tidak hanya membayangkan perempuan itu saja, tetapi langsung kita melihat wajahnya, keseluruhannya[5].

 

B. RUKYAH

Kata rukyah berasal dari bahasa Arab رَأَى يَرَى رُأيَةً yang berarti “melihat”. Adapun hilal merupakan bagian dari fase-fase bulan sebagai akibat dari revolusi bulan. Hilal adalah nama bagi fase kedua revolusi bulan atau dalam bahasa Inggris disebut waxing cressent. Fase ini terjadi ketika bulan meninggalkan konjungsi pada hari tanggal 1, 2, dan 3 kamariah. Selama fase ini, kurang dari sebagian cahaya bulan akan bersinar dan selama fase ini berlangsung, bagian yang bersinar secara bertahap akan bertambah.

Namun, dalam pelaksanaan rukyatulhilal, rukyah dilakukan pada hari ke-29 kamariah untuk mengetahui apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum[6]. Pada hari itu, hilal akan terlihat, hanya saja bentuknya sangat kecil, bahkan hitungan dalam hisab menggunakan ukuran jari dalam menyimpulkan besar cahaya hilal. Apabila hilal tidak terlihat, maka hari awal bulan diundur satu hari setelahnya.

Hilal pada kenyataannya terlihat bukan karena munculnya hilal itu sendiri, melainkan karena langit atau cakrawala yang cenderung gelap. Ketika posisi matahari telah mendekati ufuk atau berada di bawah ufuk, sedangkan bulan masih berada di atas ufuk, maka langit akan menjadi gelap. Ketika langit cenderung gelap, maka hilal akan terlihat dengan syarat masih berada di atas ufuk. Kesimpulannya, hilal terlihat bukan karena munculnya, melainkan karena langit yang cenderung menjadi gelap disebabkan matahari mulai terbenam.

Dalam sejarahnya, penentuan kalender hijriah pada masa awal-awal berkembangnya agama Islam mulanya menggunakan metode rukyah. Hal ini disebabkan pada masa tersebut keadaan hisab belum menjadi kajian di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, penentuan awal bulan kamariah dilakukan dengan rukyatulhilal pada akhir bulan atau menggenapkan umur bulan menjadi tiga puluh hari[7]. Hal ini sebagaimana keterangan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a.:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا فَأَفْطِرُوْا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ. متفق عليه

Artinya: Aku mendengar Rasulullahshallallahu alaihi wasallam–bersabda: “Apabila engkau sekalian melihatnya (hilal), berpuasalah, (apabila engkau sekalian melihatnya,) berbukalah. Jika awan menutupi kalian, perkirakanlah.”[8]

Selain itu, rukyah merupakan metode yang lebih mudah dilakukan oleh banyak orang. Adapun hisab hanya terbatas pada orang yang mengetahui dan menguasainya[9]. Rukyah menjanjikan pengamatan secara langsung dengan alat indera mata dan lebih meyakinkan bahwa hilal benar terlihat atau tidak. Namun, seperti hisab, rukyah pun memiliki kekurangan. Rukyah akan berhasil dilakukan jika keadaan langit mendukung. Artinya, kalau langit mendung atau hujan, rukyah tidak dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, terkadang ada planet atau benda langit lain yang posisinya sejajar atau berdekatan dengan hilal itu sendiri. Hal ini akan membuat pengamatan hilal menjadi keliru, dengan menganggap bahwa ia melihat hilal, tetapi ternyata yang dilihat adalah planet–misalnya.

Kekurangan-kekurangan seperti ini tentu ada di setiap hal apa pun. Maka dari itu, untuk mendapatkan rukyah yang berkualitas, perlu juga didukung dengan hisab yang akurat serta peralatan yang memadai.

 

C. HASIL HISAB AWAL BULAN

Menurut hasil hisab menggunakan kitab Sullam an-Nayyirain, awal bulan Syakban tahun 1440 H dengan markaz Gresik jatuh pada hari Ahad Pahing yang bertepatan dengan 7 April 2019 M. Ijtimak bulan dan matahari pada akhir bulan Rajab tahun 1440 H terjadi pada hari Jumat Kliwon, 5 April 2019 M dengan perkiraan terjadinya pada pukul 14.20 waktu lokal. 

Adapun bentuk atau arah hilal pada hari Jumat Kliwon–masih menurut kitab Sullam–miring ke utara karena ijtimak terjadi di konstelasi bintang Aries dengan koordinat 14°55’. Kemudian, posisi hilal pada hari terjadinya ijtimak berada di sebelah utara.

Mulanya, awal bulan Syakban jatuh pada hari Sabtu Legi yang bertepatan dengan tanggal 6 April 2019 M. Namun, karena irtifa hilal (ketinggian hilal) pada saat ijtimak rendah, yakni 1°50’, maka hari awal bulan jatuh pada hari selanjutnya, yaitu hari Ahad Pahing. Ketentuan imkanurruyah (ketinggian minimal hilal supaya bisa dilihat) yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia memberi batasan untuk irtifa’ hilal minimal 2° dengan syarat kenampakan hilal harus berada di atas ufuk[10]. Kesimpulannya, irtifa’ hilal pada saat ijtimak tidak memenuhi ketentuan imkanurru’yah. Oleh karena itu, hari awal bulan diundur satu hari selanjutnya dan bulan Rajab digenapkan menjadi 30 hari.

Kemudian, durasi lamanya hilal berada di atas ufuk pada saat ijtimak yaitu 7 menit 20 detik. Ketentuan imkanurruyah–yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia, syarat hilal terlihat dan keesokan harinya ditetapkan sebagai awal bulan baru yaitu umur bulan tidak kurang dari 8 jam selepas ijtimak[11], dan untuk besar cahaya hilal kurang lebih 1/5 jari. Hasil hisab ini adalah hasil hitungan penulis sendiri yang akan dilampirkan di bagian lampiran nanti.

Menurut hasil hisab oleh K.H. Abdul Mu’id yang tercantum dalam lembaran kertas yang dibagikan saat pengarahan, berbagai metode disajikan, yaitu hisab menggunakan kitab Irsyadul Murid, Ittifaqu Dzatil Baini, Tsamaratul Fikar, Maslakul Qashid, dan Ad-Durrul Aniq.

Hasil hisab berdasarkan kitab Irsyadul Murid, ijtimak terjadi pada hari Jumat Kliwon, 5 April 2019 M pada pukul 15.53.29 waktu lokal, sedangkan hasil hisab hilal saat magrib hari Sabtu Legi, 6 April 2019 M sebagai berikut.

a) Waktu magrib     : 17.33.31

b) Umur hilal          : 25.40.02

c) Irtifa' haqiqi        : 11°58’16

d) Irtifa' mar'i          : 11°42’46

e) Azimut matahari : 276°19’60

f) Azimut bulan       : 278°05’15

g) Selisih azimut     : 01°45’16

h) Elongasi              : 13°14’58

i) Nurul hilal           : 1,331%

j) Muktsul hilal       : 00.53.20

k) Ghurub hilal        : 18.26.51 

Hampir sama dengan kitab Irsyadul Murid, hasil hisab berdasarkan kitab Ad-Durrul Aniq menghasilkan waktu ijtimak yang terjadi pada pukul 15.53. 23, selisih 6 detik dengan Irsyadul Murid. Lain halnya dengan kitab Ittifaqu Dzatil Baini. Menurut hasil hisab menggunakan kitab tersebut, ijtimak terjadi pada pukul 15.48.58. Lalu, menurut hasil hisab menggunakan kitab Tsamaratul Fikar, ijtimak terjadi pada pukul 15.54.08. Terakhir, hasil hisab menggunakan kitab Maslakul Qashid, ijtimak terjadi pada pukul 15.52.55. Data hasil hisab dari kitab-kitab ini akan dicantumkan di bagian lampiran nanti.





BAB III
KERANGKA LAPORAN

 

A. NAMA TEMPAT, LOKASI, DAN SEJARAH SINGKAT

Balai Rukyat NU Condrodipo merupakan balai tempat pelaksanaan rukyatulhilal yang terdpat di Gresik, Jawa Timur. Tepatnya berada di kawasan perbukitan di Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Bangunannya berada di atas bukit Condrodipo setinggi 120 meter di atas permukaan laut. Terdiri dari dua lantai dan dibangun di areal makam Mbah & Nyai Condrodipo, tepat di sebelahnya. Itulah mengapa balai ini disematkan nama Condrodipo di belakangnya[12]. Bangunan ini dikelola langsung oleh Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) cabang Gresik dan dibangun atas fasilitas dari Pemerintah Kabupaten Gresik di atas tanah yang dikuasai Balai Purbakala Kemendikbud RI[13].

Bukit Condrodipo dipilih sebagai markaz rukyah karena bukit ini termasuk salah satu bukit yang cukup tinggi dan strategis untuk dipergunakan sebagai markaz rukyah di Gresik.

Mbah Condrodipo merupakan salah satu murid dari Sunan Giri. Beliau memiliki nama asli Mbah Suryo Kumbang, sedangkan nama asli dari Nyai Condrodipo adalah Nyai Dewi Tungguljati. Nyai Dewi Tungguljati ini adalah istri dari Mbah Suryo Kumbang yang merupakan keturunan dari Sunan Giri, yakni Sunan Wuluh Giri. Sunan Wuluh Giri adalah putra dari Sunan Giri yang biasa disebut oleh masyarakat Gresik sebagai Sunan Kulon. Adapun Mbah Suryo Kumbang merupakan keturunan dari kerajaan Majapahit.

Condrodipo hanyalah julukan yang diberikan oleh Kiai Nasroh dari Tuban. Sebagian masyarakat tidak menyetujui julukan tersebut karena menurut mereka nama Condrodipo berasal dari bahasa Buddha; Condro yang berarti “kira-kira”, dan Dipo yang berarti “sebelumnya”. Nama ini diberikan oleh Kiai Nasroh karena Nyai Dewi Tungguljati memiliki keistimewaan dapat melihat kejadian di masa yang akan datang[14].

 

B. PROSES KEGIATAN RUKYATULHILAL

1. Persiapan

Kegiatan rukyatulhilal pada tahun ini dilakukan pada hari Sabtu, 6 April 2019. Pemilihan hari dan tanggal ini tidaklah sembarangan karena disesuaikan dengan akhir bulan Rajab 1440 H, saat rukyatulhilal bisa dilakukan. Sebelum kegiatan dilaksanakan, saat jam istirahat, para siswa kelas lima Madrasah Mu’allimin Mu’allimat yang terdiri dari tiga kelas dikumpulkan dalam satu ruang kelas untuk diberi pembekalan sebelum keberangkatan ke Balai Rukyatul Hilal Condrodipo.

Tepat pukul 10.00 WIB, para siswa sudah berkumpul dengan didampingi oleh tiga guru yang akan memberikan pembekalan dan pengarahan. Tiga guru yang dimaksud adalah bapak H. Muslimin Abdillah, bapak Lutfi Fuadi, dan bapak Abdul Mujib Adnan. Pembekalan dibuka oleh Pak Muslimin dengan membaca surah Al-Fatihah. Kemudian, beliau memberi pengarahan tentang keberangkatan atau jadwal kegiatan. “Pukul 12 tepat semua harus sudah stand by di busnya masing-masing,” tegas beliau.

Setelah menjelaskan jadwal secara lengkap, beliau mempersilakan kepada Pak Lutfi untuk memberikan pembekalan. Setiap siswa nanti ditugaskan membuat laporan ilmiah tentang rukyah ini. Jadi ini tugas pribadi, individu, dan ini akan dijadikan nilai semester genap,” terang beliau. Apabila siswa tidak mengerjakan, maka nilai semesternya tidak ada alias nol. Lalu, beliau menyampaikan teknis pembuatan makalah laporan ini yang diharuskan untuk diketik di Microsoft Word. Kemudian, dilanjutkan penjelasan teknis perjalanan lebih lanjut.

Berkaitan dengan tugas yang diberikan kepada siswa, Kiai Mujib–begitu beliau biasa dipanggil–menjelaskan kembali tentang hal tersebut dengan gaya bicaranya yang khas. Karena ini rihlah ilmiah, maka nanti setiap siswa harus membuat laporan ilmiah,” kata beliau. Adapun sistematika laporan nanti terdiri dari 4 (empat) bab yang diterangkan secara jelas dan lengkap oleh beliau.

Setelah ditutup oleh Pak Muslimin, pukul 11.00 WIB pembekalan telah selesai dan para siswa dipulangkan dari madrasah untuk kembali ke rumah atau pondoknya masing-masing supaya mempersiapkan diri.

Dengan diangkut dua bus, sebanyak 90-an siswa kelas lima berangkat dari komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekitar pukul 12.45 WIB. Diikuti oleh dua guru pembina dan delapan guru pendamping yang sebagian menaiki sebuah mobil MPV. Perjalanan pun dimulai melewati jalan tol Jombang–Surabaya–Gresik yang ditempuh dalam waktu satu jam lebih.

2. Perjalanan Menuju Makan Sunan Giri

Di perjalanan sebelum memasuki kota Surabaya, tampak sebagian langit sudah mulai gelap dengan awan hitam yang cukup gelap, seakan menjadi pertanda bahwa tidak lama lagi akan turun hujan.

Pada pukul 13.49 WIB, rombongan pun sampai di Gresik. Namun, kami tidak langsung menuju ke lokasi rukyah di bukit Condrodipo, tetapi berziarah terlebih dahulu ke makam Sunan Giri yang berjarak sekitar 5 km dari lokasi bukit Condrodipo. Setelah bus parkir di tempat parkir khusu peziarah, para siswa masih perlu berjalan kaki sekitar 1 km menuju komplek makam Sunan Giri. Tampak ada ojek motor yang mangkal dan menawarkan kepada para siswa semenjak bus masuk ke area parkir. Akhirnya, ada beberapa siswa yang memilih menggunakan ojek tersebut dan merogoh kocek lima ribu rupiah untuk ongkosnya.

Sampai di komplek makam, para siswa menaiki tangga terlebih dahulu sebelum masuk ke area makam. Menaiki tangga tersebut cukup melelahkan, melihat tangganya yang agak curam. Tiba di atas, para siswa diarahkan oleh salah seorang guru yang sudah ada di atas menuju dekat makam Sunan Giri. Setelah semua berkumpul, salah satu guru yang ikut mendampingi kegiatan ini, Pak Mukhlisin, memimpin pembacaan tahlil yang diikuti serempak oleh para siswa dan guru.

Pembacaan tahlil pun berakhir tepat beberapa menit setelah azan Asar berkumandang. Para siswa kembali ke tempat parkir bus untuk meneruskan perjalanan ke lokasi tujuan akhir. Perjalanan pun dilanjutkan pukul 15.50 WIB melalui jalan yang cukup curam karena jalannya naik-turun.

Akhirnya rombongan pun sampai di Balai Rukyatul Hilal Condrodipo pada pukul 16.15. Sesampainya di sana, kami tidak langsung menuju lokasi, tetapi menuju masjid yang berada di sebelah timur Balai Rukyatul Hilal terlebih dahulu untuk melakukan salat Asar. Tak lama setelah tiba dan hampir seluruh siswa sudah melakukan salat, hujan deras pun mengguyur. Cukup deras bahkan disertai angin yang membuat bulu kuduk merinding karena kedinginan. Akhirnya, diputuskan untuk menunggu beberapa waktu sampai hujan agak reda.

3. Pelaksanaan Rukyatulhilal

Tepat pukul 17.00 WIB, di dalam Balai Rukyatul Hilal lantai 2, dimulailah pengarahan tentang rukyatulhilal yang dipimpin langsung oleh Dewan Pakar Balai Rukyah LFNU, K.H. Abdul Muid. Di sana, sudah berkumpul dan duduk dengan rapi rombongan dari instansi lain yang berpakaian jas hijau serta bercadar. Semua siswa berkumpul berjajar di ruangan 12x12 m2menghadap ke barat, tempat posisi rukyatulhilal dilakukan. Gus Muid–sapaan beliau–menjelaskan dengan sabar kepada seluruh rombongan yang hadir, mulai dari latar belakang, tujuan, hingga metode hisab dan rukyah.

Tampak di sebelah barat, tempat pengamatan hilal, terpasang dua alat modern yang dijaga oleh beberapa orang pengamat. Di sana, ada dua alat untuk mengamati hilal. Sebelah sana itu namanya Theodolit. Theodolit ini merupakan alat yang cukup canggih karena mampu mengukur arah kiblat juga mengamati hilal dengan memberikan koordinat baik vertikal maupun horizontal,” jelas beliau. Sedangkan yang ini namanya teleskop motorik,” tambah beliau.

Setelah memberikan pengarahan, Gus Muid kemudian mempersilakan para peserta yang hadir untuk bertanya seputar rukyatulhilal, sambil menunggu para petugas rukyah yang sedari tadi terus mengamati hilal dengan dua alat tadi. Meskipun cuaca mendung karena habis hujan deras, tetapi tak mengubah niat mereka untuk mengamati hilal.

Akhirnya, setelah menunggu petugas yang mengamati hilal, beberapa menit setelah azan Magrib tetap tidak terlihat, Gus Muid pun memutuskan untuk mengakhiri proses rukyatulhilal dan memutuskan bahwa hilal tidak dapat dilihat saat itu.





BAB IV
KESIMPULAN & PENUTUP

 

Kegiatan praktek rukyatulhilal di Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun Bahrul Ulum dilaksanakan setiap satu tahun sekali, yakni pada semester kedua dan dikhususkan untuk kelas lima putra. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan bagi siswa Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun dalam mata pelajaran Ilmu Falak. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, para siswa diberi tugas membuat laporan individu tentang hasil praktek. Akhirnya, dari laporan yang telah dipaparkan di atas dan berdasarkan analisis pengamatan penulis secara langsung, maka dapat diambil kesimpulan dengan klasifikasi sebagai berikut.

A. Jawaban dari Rumusan Masalah yang Dibuat

1. Rukyatulhilal perlu dilakukan setelah melakukan hisab terlebih dahulu untuk memastikan bahwa hisab tersebut dapat dibenarkan. Karena dari pemaparan di atas, metode hisab dengan menggunakan kitab-kitab klasik tidak ada yang sama. Masing-masing memiliki hasil yang beragam, tetapi hasilnya tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, rukyatulhilal perlu dilakukan.

2. Proses rukyatulhilal, berdasarkan proses pelaksanaan rukyatulhilal yang telah dipaparkan, tidak dapat dijelaskan. Hal ini disebabkan langit saat itu sedang mendung setelah diguyur hujan deras dan setelah ditunggu hingga hilal terbenam, tidak tampak sama sekali oleh alat yang digunakan.

3. Alat-alat yang digunakan dalam proses rukyatulhilal–dalam kesempatan ini–hanya dua, yakni Theodolit dan Teleskop Motorik. Kedua alat ini merupakan alat yang cukup modern dan canggih sehingga mempermudah dalam melakukan pengamatan hilal.

B. Kesimpulan Hasil Kegiatan

Rukyatulhilal merupakan proses pengamatan bulan baru yang berbentuk sabit (hilal) yang dilakukan pada hari ke-29 bulan kamariah untuk mengetahui apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum. Prakteknya, apabila hilal terlihat dan memenuhi syarat, maka hari awal bulan akan jatuh pada esok hari. Namun, apabila hilal tidak terlihat atau hilal terlihat tetapi tidak memenuhi syarat, maka hari awal bulan jatuh dua hari kemudian atau lusa.

Kegiatan ini pada awalnya hanya menjadi satu-satunya cara, mengingat pada masa kemunculan Islam, untuk menentukan kalender hijriah, Rasulullah saw. memberi pengajaran dengan hal ini. Pada masa itu, metode hisab belum menjadi kajian dalam Islam. Selain itu, kegiatan ini merupakan metode yang lebih mudah dilakukan oleh banyak orang ketimbang dengan metode hisab karena metode hisab hanya terbatas pada orang yang mengetahui dan menguasainya saja.

Meski begitu, metode ini juga memiliki kendala dalam pelaksanaannya, seperti langit mendung, samarnya hilal akibat awan yang menghalangi, bentuk hilal yang memang sangat kecil, serta adanya objek langit lain yang sejajar dengan hilal. Kendala yang pertama yang dialami penulis saat praktek rukyatulhilal saat itu. Kondisi ini mengakibatkan hilal tidak dapat dilihat, bahkan menggunakan alat canggih sekalipun.

Namun, terlepas dari itu semua, metode hisab dan rukyah tetap harus digunakan karena keduanya saling melengkapi satu sama lain. Ibarat sepasang suami-istri, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Maka, benar apa yang telah dilakukan dan diajarkan oleh ulama-ulama salaf ahlusunah waljamaah. Tidak dapat dimungkiri, akan terjadi kefanatikan pada satu metode. Hal itu tidaklah membuat Islam menjadi terpecah belah, melainkan sebaliknya, Islam menjadi berwarna dan akan tetap menjaga persatuan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: Perbedaan yang terjadi di antara umatku adalah rahmat.

Sebagai penutup laporan ini, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allahsubhanahu wa ta’alakarena dengan curahan rahmat dan karunia-Nya penulisan laporan ini rampung pada waktunya. Tak lupa, ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada teman penulis yang dengan berbaik hati meminjamkan laptopnya untuk proses pengetikan laporan ini.

Apabila terdapat kekurangan atau kesalahan, baik pengetikan, pengumpulan data, dan informasi yang disajikan, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan menerima masukan, kritik, dan saran atas laporan ini.





LAMPIRAN-LAMPIRAN

 

Hasil Hisab Penulis Awal Bulan Syakban 1440 H (menggunakan kitab Sullam an-Nayyirain)





Hasil Hisab Balai Rukyatul Hilal NU Condrodipo Gresik (lembar 1)




Hasil Hisab Balai Rukyatul Hilal NU Condrodipo Gresik (lembar 2)



Hasil Hisab Balai Rukyatul Hilal NU Condrodipo Gresik (lembar 3)



Gambar Gapura Makam Mbah & Nyai Condrodipo


Gambar Makam Mbah & Nyai Condrodipo (tampak luar)





Gambar Alat Rukyatulhilal (Theodolit)









Catatan Kaki

[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hlm. 261

[2] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah. Yogyakarta: Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009, cet. II, hlm. 2

[3] Badan Hisab Rukyah Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Islam. 1981, hlm. 14

[4] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, cet. I, hlm. 3

[5] Penjelasan K.H. Abdul Muid saat pengarahan rukyatulhilal di Balai Rukyatul Hilal NU Condrodipo Gresik pada pukul 17.05

[6] Hal ini karena menurut takwim Islam permulaan hari dimulai pada saat matahari tenggelam atau waktu magrib.

[7] Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Selayang Pandang Hisab Rukyat, Jakarta: KEMENAG, 2004, hlm. 17

[8] Bulughul Maram, Kitab ash-Shiyam, hadis ke-671.

[9] Jurnal Sejarah Perkembangan Hisab dan Rukyah, Ehsan Hidayat, UIN Walisongo Semarang.

[10] Khafid, et. al., Garis Tanggal Kalender Islam 1442 H, hlm. 8. Lihat pula Raharto, Batas Minimal Visibilitas Hilal dan Kemungkinan Perubahannya Dipandang dari Sudut Astronomi, Mimoe, hlm. 8

[11] Tesis K. Febriyanti, Sistem Hisab Kontemporer Dalam Menentukan Ketinggian Hilal: Perspektif Ephemeris dan Almanak Nautika, 2011, hlm. 113

[12] https://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/balai-rukyat-bukit-condrodipo-gresik-dan-pelestarian-ilmu-astronomi-islam-11, diakses 17 April 2019.

[13] mualliminenamtahun.net/berita/praktek-rukyatul-hilal-di-bukit-condrodipo, diakses 18 April 2019.











Daftar Rujukan

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Surabaya: Maktabah Imaratullah. Tanpa tahun.

Ansorrullah, A. 2010. Metode Penetapan Awal Bulan Qamariyah Jama'ah Muslimin (Hizbullah) di Indonesia. Semarang: IAIN Walisongo.

Badan Hisab Rukyah Departemen Agama. Almanak Hisab Rukyah. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Islam. Tanpa tahun.

Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004. Selayang Pandang Hisab Rukyat. Jakarta: KEMENAG.

Febriyanti, K. 2011. Sistem Hisab Kontemporer Dalam Menentukan Ketinggian Hilal: Perspektif Ephemeris dan Almanak Nautika. Tanpa tahun dan penerbit.

Hidayat, Ehsan. Jurnal Sejarah Perkembangan Hisab dan Rukyah. Semarang: UIN Walisongo. Tanpa tahun.

Khazin, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.

Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2009. Pedoman Hisab Muhammadiyah. Yogyakarta: Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

NV, Isnaini. 2012. Fenomena Ziarah Makam di Kalangan Pasangan Suami Istri dan Implikasinya Terhadap Penciptaan Keluarga Sakinah: Kasus di Makam Mbah dan Nyai Condrodipo di Desa Kembangan Gresik. Tanpa penerbit.




Komentar