[Ulasan] Recehan Bahasa: Baku Tak Mesti Kaku



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Hai, para narablog! Kali ini saya akan mengulas sebuah buku berjudul "Recehan Bahasa" karya Ivan Lanin. Sudah kenal siapa itu Ivan Lanin? Bagi kalian yang belum kenal, kalian bisa lihat postingan saya sebelumnya yang mengulas  buku beliau juga berjudul Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?.


Ulasan Buku "Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?"


Pada postingan sebelumnya, saya memberikan sedikit informasi bahwa Ivan Lanin telah menerbitkan buku terbarunya pada bulan ini. Dan saya usahakan untuk bisa mengulas buku ini setelah saya menamatkannya. Nah, sebelum mengulas, saya ingin bercerita sedikit tentang bagaimana saya tahu dan saya membeli buku ini.

Sebelumnya, saya mendapat info bahwa Ivan Lanin akan menerbitkan buku terbarunya (saya lupa dari mana infonya 😅). Lalu, saya juga mendapat info bahwa buku ini akan terbit dengan judul "Jangan Remehkan Recehan Bahasa". Info ini saya dapatkan pada bulan Mei lalu. Beberapa minggu kemudian, muncul info terbaru bahwa buku tersebut akan dibuka masa prapesannya, tepatnya dibuka pada tanggal 26 Juni bersamaan dengan siaran langsung Youtube Penerbit Mizan bersama Ivan Lanin dan salah satu karyawan Narabahasa. Saya pun ikut menyaksikan siaran langsung tersebut. Karena masa prapesannya baru dibuka mulai pukul 00.00 WIB, maka saya putuskan untuk memesan pada hari berikutnya.

Singkat cerita, saya menunggu cukup lama karena masa prapesannya selama dua minggu (mulai 25 Juni–9 Juli). Saya ikut masa prapesan ini karena cetakan pertama ini sangat spesial sekali: mendapatkan bonus tanda tangan penulis dan mendapat kesempatan mengikuti kelas daring Narabahasa dengan cara mengisi teka-teki silang (TTS) daring. Akhirnya, pada tanggal 15 Juli, buku pesanan saya pun dikirim dan keesokan harinya tiba dengan selamat melalui kurir jasa pengiriman.

Oke, jadi begitulah sedikit cerita tentang bagaimana saya membeli buku ini. Oh iya, saya baru tahu kalau judul buku ini diubah menjadi "Recehan Bahasa: Baku Tak Mesti Kaku". Dan saya baru tahu kalau kover bukunya berbeda dengan japat (jajak pendapat) yang diadakan oleh penerbit melalui akun Instagramnya. 

Langsung saja, saya akan mengulas buku terbaru Ivan Lanin ini yang katanya "recehan" tetapi menghibur.


Ulasan

"Kepintaran tenggelam tanpa keterampilan bahasa. Kedunguan gemerlap berkat kepiawaian bahasa."


Berbeda dengan buku sebelumnya, buku "Recehan Bahasa" ini diambil dari cuitan-cuitan Ivan Lanin di media sosial Twitter; menjawab dan menanggapi pertanyaan atau komentar dari para warganet. Tidak seperti buku sebelumnya yang  disertai penjelasan panjang dan tidak bergambar, buku Ivan Lanin ini disertai gambar-gambar unik nan jenaka, dipadukan dengan warna yang dipersonalisasikan dengan warna kertasnya, hanya saja isinya seakan seperti mengutip secara langsung dari cuitan beliau. Mungkin memang karena ini diambil dari cuitan Twitter atau memang dari penerbitnya sendiri mendesain seperti itu supaya tidak terkesan panjang lebar tapi berbobot.

Dari segi isinya, banyak sekali pengetahuan baru bagi kita yang sama sekali tidak berkecimpung di dunia kebahasaan atau belum masuk ke dalam ranah tersebut atau bahkan hanya sekadar mencari-cari buku yang berbobot, tetapi penuh dengan pengetahuan baru. Namun, bagi kita yang sudah mempunyai buku beliau sebelumnya, Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?, kita sudah tidak asing lagi dengan isinya (contoh pada bab Kepo). Lebih-lebih kalau kita ikuti akun medsosnya beliau, kita seakan-akan menyegarkan kembali (refresh) ilmu yang didapat dari medsos beliau.

Di samping itu, kita juga disuguhkan pengetahuan baru yang mungkin sudah ada, tetapi kita masih awam. Di antaranya, penulisan baku untuk kata "jomblo" adalah "jomlo", tetapi kebanyakan masyarakat mengucapkan kata tidak bakunya. Contoh lainnya, kata "panu" bakunya adalah "panau" dan bernasib sama seperti kata "jomblo" tadi.

Itulah sedikit gambaran mengenai isi buku "Recehan Bahasa" ini. Jujur, entah kenapa saya lebih suka dengan buku Ivan Lanin sebelumnya dibandingkan dengan buku ini. Salah satu alasannya karena –seperti yang telah saya singgung– penyajiannya hanya penggalan kalimat. Terkesan seperti menukil langsung dari cuitan beliau tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Walaupun saya akui buku ini dilengkapi gambar yang sungguh menarik, lucu, dan menghibur. Namun, saya merasa kekurangan ketika membaca satu babnya. Bahkan saat saya mencapai halaman terakhir, hati saya berkata, "Sudah habis? Hanya itu saja?", seakan tidak ada yang meninggalkan kesan dalam benak pikiran dan lubuk hati (selain gambar yang menarik dan beberapa pengetahuan baru).

Terlepas dari opini saya terhadap buku ini, memang buku ini layak diberi judul "Recehan Bahasa". Sebab, isinya memang receh, tetapi menghibur. Saya berikan satu contoh, pada bab Emo- yang membahas tentang perbedaan emotikon, emoji, dan kaomoji. Kalian tahu perbedaan ketiganya? Terlalu receh untuk mengetahuinya. Kita mengambil alternatif saja, anggap semuanya sama 😏. Namun, pada bab tersebut, ada satu kalimat yang cukup menghibur dan mungkin membuat kita baper 😊.


"Rasa kerap tidak cukup diungkap hanya dengan kata."


Kita akan temukan beberapa yang sejenis dengan kalimat tersebut dalam buku ini. Tentu saja itu hanya bertujuan untuk menghibur, bukan untuk membuat kalian baper 😝. Kalau ingin tahu lebih lanjut bagaimana perbedaan ketiganya, belilah buku "Recehan Bahasa" ini. Seperti yang saya katakan, buku ini tidak hanya mengandung "recehan", tetapi juga mengandung "hiburan".

Jadi, tertarik untuk memiliki buku Ivan Lanin yang satu ini? Atau kalian lebih suka dengan buku sebelumnya, Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? Sederhananya, kedua buku ini layak untuk dibaca dan dimiliki.






Tentang Buku
Judul: Recehan Bahasa, Baku Tak Mesti Kaku
Penulis: Ivan Lanin
Tahun: 2020
Penerbit: Penerbit Qanita
Jumlah halaman: xiv + 138 hlm.
Genre: Inspirasi
Harga: Rp79.000





Tambahan:
1. Buku yang saya punya adalah buku cetakan pertama dengan bonus tanda tangan penulis dan bonus mengisi TTS daring pada halaman terakhir. Ada kabar kalau buku ini sedang dicetak ulang alias cetakan kedua. Kemungkinan halaman TTS daringnya tidak ada lagi dan tidak ada bonus tanda tangan penulis.


2. Hampir di setiap halaman terdapat kode QR yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tentang pembahasan pada bab tersebut. Jadi, siapkan gawai kalian untuk memindainya yaa 😀.






Oke, sekian dulu ulasan saya mengenai buku ini. Nantikan postingan berikutnya yang akan mengulas tentang sebuah novel inspiratif. Terima kasih, semoga bermanfaat.


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Komentar